Telegrafi – Beberapa hari ini kita merayakan Lebaran tahun 2018 atau Idul Fitri tahun 1439 H, setelah menjalankan puasa. Bulan suci Ramadan sebenarnya bulan pembinaan diri kita dan sukses tidaknya kita menempa dan membina diri selama satu bulan untuk menjadi orang yang lebih baik. Hal yang dapat dilihat dari kehidupan dan perilaku kita setelah itu. Semakin baik perilaku kita, maka semakin terlihat bahwa pembinaan diri ini telah berhasil. Sebaliknya, semakin buruk prilaku kita, maka terlihat bahwa pembinaan belum berhasil.

Pada bulan ini, marilah kita mengingat kembali fitrah dan fungsi agama Islam yang kita anut ini bagi kehidupan dan peradaban manusia. Dengan menyadari dan merenungi kembali fitrah dan fungsi agama ini secara baik dan benar, seseorang diharapkan dapat menjalani kehidupan ini secara maslahat baik bagi semua orang.

Empat Fungsi

Agama Islam, hakikatnya, adalah sistem keyakinan dan prinsip-prinsip hukum serta petunjuk perilaku manusia, yang didasarkan pada Alquran, Hadis dan Ijtihad ulama. Berdasarkan hal ini, Islam, paling tidak, mempunyai empat fungsi. Pertama, Islam berfungsi sebagai tuntunan bagi manusia agar memiliki al-akhlaq alkarimah (perangai yang mulia dan terpuji). Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq mulia.” Al-akhlaq al-karimah harus kita lakukan, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam di sekeliling kita.

Kedua, agama Islam itu berfungsi sebagai jalan untuk menggapai kemaslahatan, ketenangan dan kedamaian serta keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Tak satupun ajaran dari Islam, baik perintah maupun larangan, yang bertujuan untuk menciptakan kerusakan di muka bumi ini atau kesengsaraan di akhirat nanti. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ini setelah Allah memperbaikinya.” (QS al-A’raf: 56).

Ketiga, Islam mengandung ajaran-ajaran yang moderat, seimbang dan lurus, atau al-din al-qayyim. Islam menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Allah berfirman: “Dan carilah pada apa-apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dalam (kenikmatan) dunia (QS. al-Qashash: 77). Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa suatu ketika sekumpulan orang dari kalangan Sahabat Nabi berkunjung ke rumah-rumah istri Nabi Muhammad Saw untuk bertanya tentang ibadah Nabi.

Setelah mendengar jawaban tentang hal ini, salah seorang dari mereka lalu mengatakan: “Saya akan salat tahajjud sepanjang malam.” Yang lain mengatakan: “Saya akan berpuasa setiap hari sepanjang tahun.” Yang lain lagi mengatakan: “Saya akan menjauhi perempuan, tidak akan menikah, dan akan menghabiskan hidup saya untuk beribadah.” Mendengar perkataan-perkataan mereka itu, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Kalian telah mengatakan begini dan begitu. Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang paling takut kepada Allah dan orang yang paling bertakwa kepada-Nya, tetapi saya berpuasa dan berbuka, saya salat malam tetapi juga tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan golonganku.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Artinya, Islam tidak mengajarkan sikap ekstrem dalam bentuk dan dalam bidang apapun. Seandainya ada pandangan keagamaan yang mengarahkan untuk bersikap ekstrem dan radikal, baik dalam hal ritual keagamaan, ekonomi, politik dan lain sebagainya, maka kita harus mewaspadainya. Kita tidak perlu mengikutinya.

Pemersatu

Keempat, agama mestinya berfungsi sebagai pemersatu umat yang berbeda-beda, baik dari segi keagamaan, suku dan adat istiadat. karena agama mengajarkan bagaimana berperilaku dan bersikap secara baik terhadap orang-orang yang berbeda-beda itu. Pemersatuan umat yang beragam ini telah dipraktikkan Nabi setelah memasuki Kota Madinah tahun 622 H dengan membuat Piagam Madinah yang mempersatukan umat Islam secara internal dan antara umat Islam dan umat-umat lain yang ada di sana, khususnya Yahudi dan Nasrani.

Atas dasar hal tersebut, apabila ada pandangan, sikap dan prilaku seseorang yang cenderung memecahbelah umat, bahkan menimbulkan konflik horisontal, kita harus bersikap waspada, tidak perlu kita ikuti. Karena agama tidak mengajarkan hal itu.

Oleh : Dr Phil Sahiron Syamsuddin. Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Photo : FILE/Dok/Ist. Photo