Telegrafi – Saya saat hadir Rakernas Pendukung GANJAR-MAHFUD di JEXPo Jakarta ditengah ribuan relawan ini hanya bisa mendengarkan ibu Megawati. Wanita perkasa yang terkena bulli sejak jaman bapaknya dijatuhkan oleh penguasa orba. Dan saat ini juga sedang dibulli oleh “keluarga yang didukungnya”. Hampir sama saat terjadi antara Bapak dan Anak wedhok ini. Bapak oleh anak buah sendiri jadi Orba, Anak wedhok oleh Kader sendiri, jadi Neo Orba.
Kedua hal tersebut jadi satu rangkaian sejarah bangsa Indonesia. Kita Indonesia. Kita bangsa besar. Apa yang dikatakan oleh pak JKw benar. Apa yang dikatakan Bung Karno benar. Apa yang baru saja kudengar dari Ibu Mega ini sangat benar sekali.
Mengapa hal itu dinodai kembali dengan keputusan No. 90 bulan 10, 2023 oleh MK, dimana ketua MK nyopir odong odong bawa anak Presiden saat ini. Saya dengar, lihat dan baca semua info yang mampu ku cerna. Kalian tidak berhak untuk melarang atas opini ku ini atau opini orang lain.
Mengapa, air tuba itu disiramkan ke wajah relawan dan pendukung setia? Mengapa air cabe itu kamu semprotkan ke muka kami? Apakah kami harus diam? Apakah kami tidak berhak melawan? Apakah proses ini proses untuk bunuh diri? Mbuh. Mengapa harus korbankan anak bangsa? Coba baca kembali “jalan hidupmu”.
Saat ku dengar ibu Mega bersuara lantang, penuh tekanan dan emosi yang tertahan, disitulah ku mengerti air lautan dan relung lembah dalam itu bergejolak kencang tak bisa dibendung lagi. Di situ pula ku bilang sama sobatku tokoh alumni PTN Jatim “Mas, tidak salah ibu Mega bicara seperti ini. Dan saya mengerti sampai bilang begitu. Lihat kelakuan dua anak itu saat di KPU. Tokoh jadi permainan. Eh bener yang dibulli malah Ibu Mega”. Hmm belajar etika dan etiket itu perlu. Siapa pun dia. Wawasan Kebangsaan untuk pemimpin bangsa itu sangat penting, etika yang moralitas. Apa lagi mereka walikota dan ketua partai, tidak boleh lupa akan sejarah hidupnya. Apalagi sejarah bangsa Indonesia dan sejarah nuswantara. Titik.
Salam 3, Lawan Tirani, Lawan dinasti, Jaga demokrsi
Ku hanya bisa dengarkan apa yang kudengar dan lihat apa yang lihar dari layar monitor elektrik itu dan ku tak pun tidak punya niat bikin vidio. Ku dengar dan lihat luapan emosi para dedengkot relawan yang ikut empati pada seorang Ibu Megawati ini. Ku hanya bisa teriak lawan lawan lawan.
Pada saat emosi ibu Mega reda, baliau lanjutkan “Para pecinta Ganjar, ini Mas Ganjar mu sudah menunggu. Bentar lagi akan datang”. Langsung para dedengkot relawan dari semua ujung jawa yang sedang ngumpul ini pun mulai bergerak mendekat ke jalur tengah. MC teriak teriak “Silahkan duduk kawan, Mas Ganjar Presiden 2024 akan hadir bersama kita. Jangan minta salaman. Jangan minta foto. Acungkan SALAM 3”. Wow tambah kayak tawon, ramai sekali. Eforia rakyat jelata itu sangat asyik dan bikin happy hahahha.
Ku pun siap siap ke genjet. Ku duduk paling depan pada sap belakang dengan tujuan “terlewati” oleh mas Ganjar. Hmm benar. Di selang depan ku pun banyak yang datang dan berdiri desak-desakan. “Aku tar lagi pasti akan rubuh juga jika ini terjadi” batinku. Akhirnya aku pun berdiri dan berteriak “Duduk. Duduk kalian duduk semua. Hayoo duduk. Saya suruh kalian duduk. Mas Ganjar akan lewat dan kalian semua akan melihat. Saat mas Ganjar lewat baru kita acungkan tangan Salam 3 dan kita berdiri bersama sama. Okay”. Ku tepuk mas yang berdiri di depan ku, yang tadinya sangar jadi nurut. Saya bilang lagi “Saya yakin kamu akan dilihat mas Ganjar”. “Ya bu ya bu”. Sip. Tenang aku. Aku tak kan tergencet lagi seperti peristiwa 2 Juni 23 di Puri Begawan dan event di Jakarta Theater yang lalu.
Dan saat mas Ganjar lewat. Pas mata mas GP lihat aku dan mas Teguh Airlangga. Mas Ganjar menunduk cepat dan tersenyum. Jalan mas Ganjar pun lanjut ke depan ke arah panggung. Dan kam1pb pun tahu. Kam1pb ada untuk dukung GANJAR PRANOWO PRESIDEN 2024.
Hmm peristiwa ini terjadi lagi seperti di Jakarta Theater lalu dengan cara yang berbeda. Sapaan teriak dan sapaan lembut Sang Calon Presiden 2024. Hidup itu harus terus mengalir. Aliran air jernih dan bening itu penuh dengan ikan hias dalam mimpi ku paling akhir, ku teringat kembali. Ku tunggu proses lanjutan.
Mimpi ketemu Ibu Mega di ruangan berAC dan ketemu mas Ganjar dalam kampanye itu pun saat ini nyata sudah ada di depan mata ku bersama dengan seluruh organ relawan di Djawa. Sejarah itu berulang lagi bagi hidup seseorang di masanya.
Oleh: Titik Wijayanti, Ketua Umum Keluarga Alumni Institut Pertanian Bogor (KAM1PB)