Telegrafi – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19. Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2021 diundangkan pada 10 Februari 2021 sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020. Dalam Perpres 14 tahun 2021 ini disebutkan juga sanksi pidana jika ada warga yang menolak divaksinasi Covid- 19,.
Soal sanksi tertuang Pasal 13A ayat (4) Perpres tersebut. Yang berbunyi Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid- 19, yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid- 19, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau denda. Sanksi itu akan dilakukan oleh Kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya. Selain sanksi administratif, pemerintah mengatur masyarakat penerima vaksin Covid- 19, yang tidak mengikuti program ini bisa dikenai sanksi sesuai Undang-undang yang berlaku.
Sebagaimana yang diatur pasal 13B yang berbunyi “Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid- 19, yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid- 19, sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (a) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular”.
Jerat Pidana
Lantas, bagaimana sebenarnya pengaturan sanksi pidana terhadap warga yang menolak vaksinasi Covid-19 ini? Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Oemar Sharif Hiariej menganggap ada sanksi bagi warga yang menolak vaksinasi Covid-19. Sebab, vaksinasi Covid-19 merupakan kewajiban di tengah situasi wabah penyakit menular, seperti pandemi Covid-19.
Sanksi yang dimaksud merujuk pada Pasal 9 jo Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 9 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”. Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Artinya dapat dijerat pidana bagi orang per orang yang tidak mematuhi dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan karantina dan menyebabkan kedaruratan dengan adanya unsur perlawanan terhadap kebijakan karantina. Dan kedaruratan itu terjadi bukan karena satu dua orang, melainkan situasi pandemi kedaruratan secara menyeluruh.
Sukarela
Dalam sebuah pemberitaan, Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) memastikan tidak akan ada sanksi bagi warga khususnya warga DIY yang menolak vaksinasi Covid-19. Hal ini dipertegaskan pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang mengajak warganya dengan kesadaran mengikuti program vaksinasi Covid-19 tanpa disertai pemberian sanksi bagi penolaknya.
Dengan begitu vaksinasi Covid-19 yang sudah dimulai oleh pemerintah bersifat sukarela. Sebab, bila menggunakan UU No. 6/2018 yang menjadi kewajiban setiap warga negara adalah mematuhi kegiatan kekarantinaan kesehatan, bukan kewajiban vaksinasi Covid-19.
Pilihan pencegahan dan pengobatan penyakit merupakan hak seseorang sebagaimana diatur UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 5 ayat (3) UU Kesehatan menyebutkan, “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan bagi dirinya.” Artinya ini hak pilihan seseorang untuk memilih cara pengobatan termasuk menggunakan vaksin atau tidak. Jadi, tidak tepat bila vaksinasi menjadi kewajiban yang bersifat paksaan tetapi sukarela.
Karena itu, seharusnya pendekatannya tidak perlu menggunakan instrumen hukuman pidana denda/penjara. Pemerintah semestinya berupaya bagaimana cara menumbuhkan kesadaran masyarakat agar bersedia divaksinasi Covid-19 secara sukarela bukan malah masyarakat ditakut-takuti dengan dijerat pidana bagi menolak divaksin. Masyarakat jangan ditambahi pula beban dengan ancaman pidana tetapi gunakan cara persuasif dan kasih sayang tentang pentingnya protokol kesehatan dengan senantiasa mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak secara konsisten guna menanggulangi penularan virus Corona.
Oleh: Baharuddin Kamba