Telerasi – Ada sebagian orang terutama orang muda yang memeringati 14 Februari sebagai Hari Kasih Sayang. Sepakat atau tidak peringatan tersebut, sebuah ironi terjadi. Sebuah tindakan anarkhis di tempat ibadah. Dimanakah kasih sayang yang hakikatnya menjadi ajaran semua agama?
Tindakan anarkisme bernuansa SARA telah mencoreng kerukunan dan kebhinekaan yang selama ini terjalin apik di kota budaya ini. Aksi teror yang meresahkan masyarakat harus ditindak tegas oleh aparat yang berwenang agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Korban dari aksi terorisme adalah nyata, dan sangat dekat dengan lingkungan tempat tinggal kita. Tentu, kita tidak rela jika teman dan saudara kita menjadi korban dari terorisme.
Dunia Maya
Organisasi teroris tersebar hampir di seluruh penjuru dunia, mayoritas dari mereka berkedok agama, untuk membela paham yang mereka percayai. Berkembangnya teknologi internet di era milenial memberikan dampak terhadap dunia terorisme. Tidak hanya bergerilya di dunia nyata, mereka juga melakukan doktrin dan bujuk rayu melalui dunia maya.
Sebelumnya diketahui istilah lone wolf terrorism, yaitu aksi penyerangan seorang diri. Aksi tersebut diduga dilakukan tanpa koordinasi atau pengaruh dari kelompok teroris tertentu. Penyerangan tersebut dilakukan seorang diri dengan terinspirasi doktrin di suatu portal atau situs web radikal. Lantas, mereka belajar membuat senjata atau alat untuk meneror dengan melihat tutorial atau otodidak.
Fenomena lone wolf juga menunjukkan bahwa aksi teror tidak serta merta berasosiasi dengan jaringan teroris tertentu. Jika hipotesa tersebut benar maka lone wolf adalah sebuah teror yang sesungguhnya. Karena berarti siapa saja bisa menjadi teroris tanpa harus bergabung dengan organisasi tertentu. Model teroris ini hampir tidak terdeteksi aparat yang berwajib karena dilakukan secara individu. Artinya, tren baru ini pola penyerangannya belum teridentifikasi secara jelas. Selain itu yang lebih membahayakan serangan ini dilakukan secara sporadis yang berarti sangat dekat dengan masyarakat.
Perlu ada tindakan preventif agar internet benar-benar sehat untuk digunakan. Istilah internet positif yang biasanya diasosiasikan dengan pembatasan konten pornografi juga perlu diterapkan untuk informasi yang bermuatan terorisme. Mudahnya mengakses internet harusnya diimbangi dengan kedewasaan, artinya masyarakat perlu belajar memilih dan memilah informasi yang baik dan tidak baik untuk digunakan. Internet mengandung muatan informasi hampir tidak bisa dikontrol, untuk itu kejelian untuk menyaring informasi sangat diperlukan.
Perlu adanya kerja sama dari pelbagai elemen untuk membendung maraknya konten radikal yang beredar di internet. Pemerintah harus membuat regulasi yang jelas mengenai sanksi untuk situs web yang mengandung muatan radikal dan terorisme. Meskipun demikian, pemerintah tentu tidak boleh represif, melainkan harus memiliki mekanisme dan indikator yang terukur sebelum melakukan pemblokiran.
Warganet Berpartisipasi
Selain itu, warganet dapat berpartisipasi dengan melakukan pelaporan atas konten yang diduga menyebarkan paham radikal serta bisa membuat konten tandingan yang bermuatan positif. Pelaporan tersebut harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Pasalnya jika dilakukan secara sembarangan, alih-alih mencekal teroris, justru yang terjadi persekusi atau main hakim sendiri. Oleh karena itu pelaporan kepada pihak yang berwajib haruslah memiliki bukti yang kuat.
Fakta bahwa internet sangat mudah digunakan siapa saja termasuk teroris dan simpatisannya membuat kita patut waspada. Anak di bawah umur dengan kepolosannya sangat rentan terdoktrin konten radikal, tarutama konten yang membakar semangat dan iming-iming semu yang ditawarkan. Untuk itu mereka sangat memerlukan bimbingan dari dan pengawasan orangtua.
Satu hal yang jauh lebih penting ketimbang aspek teknis untuk mencegah muatan teror baik di dunia nyata maupun di dunia maya ialah dengan menumbuhkan pemahaman agama dan moral yang baik dan benar. Dengan demikian, kasih sayang, toleransi, dan kerukunan akan terus kita rasakan sepanjang hari. Tidak hanya dirayakan 14 Februari.
Oleh : Thoriq Tri Prabowo SIP MIP. Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Photo : Shutterstock