Telegrafi – Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih dari 17.000 pulau secara keseluruhan dan yang berpenghuni kurang lebih dari 7.000 pulau. Beberapa pulau besar yang dimiliki oleh Indonesia terdiri atas Kalimantan, Sulawesi, Papua, Sumatera dan Jawa. Selain itu juga, Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keberagaman ras, agama, suku, dan bahasa. Sehingga Negara Indonesia dikategorikan sebagai Negara yang mempunyai sumber daya alam dan manusia yang melimpah.
Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia diantaranya Hutan, Lautan, Minyak Bumi, Gas Alam, Batu Bara, dll. Dari segala macam aktivitasnya manakala kehidupan manusia dibumi juga tak luput dari pemanfaatan sumber daya alam tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya sumber daya alam, maka kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi bangsa Indonesia dipandang perlu guna mewujudkan suatu kesejahteraan rakyat Indonesia. Membangun suatu kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi tidaklah cukup, melainkan didasarkan pada kepribadian bangsa Indonesia yang berbudaya. Sebagaimana bangsa Indonesia yang mengedepankan prinsip kebhinekaan tunggal ika sebagai perwujudan persatuan Indonesia sebagaimana yang termuat didalam dasar Negara yakni Pancasila pada sila yang ketiga.
Melansir dari Kementerian ESDM, Indonesia dikategorikan sebagai Negara dengan Sumber Daya Alam yang melimpah. Salah satunya di subsektor migas, tercatat pada tahun 2020 cadangan minyak Indonesia saat ini 3,8 milliar barel. Lalu dari sisa cekungan yang masih belum dieksplorasi yakni sebanyak 74 cekungan yang menyimpan potensi minyak sebesar 7,5 milliar barel. Selain minyak, Indonesia memiliki cadangan gas sebanyak 135,55 trilion standard cubic feet (TSCF). Cadangan gas tersebut tersebar di beberapa lokasi dengan pembagian P1 atau terbukti 99,06 TSCF, P2 atau cadangan potensi sebesar 21,26 TSCF dan P3 (cadangan harapan) sebanyak 18,23 TSCF.
Dalam subsektor Energi Baru Terbarukan (EBT), Indonesia memiliki potensi panas bumi (11 GW), angin (60,6 GW), bioenergi (32,6 GW), air dan mikrohidro (94,3 GW), surya (207,8 GWp) dan laut (17,9 GW). Total, Indonesia memiliki 442 GW potensi EBT dan baru diutilisasi sebesar 2,1% atau 9 GW. Di subsektor minerba, cadangan batu bara terbukti kini menyentuh 39,89 miliar ton. Sementara cadangan komoditas tembaga sebesar 2,76 miliar ton. Jumlah tersebut sama dengan cadangan produksi bijih selama 39 tahun.
Sedangkan cadangan komoditas nikel sebanyak 3,57 miliar ton dengan produksi tambang per tahun 17 juta ton bijih. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 184 tahun. Selanjutnya, untuk logam besi cadangannya sebanyak 3 miliar ton dengan produksi bijih besi dan pasir besi 3,9 juta ton per tahun, dan konsentrat besi 3,1 juta on. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 769 tahun. Kemudian, bauksit cadangan 2,4 miliar ton dengan umur cadangan 422 tahun; emas cadangannya 1.132 Au dengan umur 28 tahun. Sementara perak cadangan 171.499 ton Ag dengan umur cadangan 1.143 tahun. Serta timah cadangan 1,5 juta ton Sn, umur cadangan 21 tahun.
Tidak menutup kemungkinan, dengan adanya sumber daya alam yang melimpah, maka Indonesia sebagai bangsa yang gaung akan kemerdekaan akan terwujud, baik kemerdekaan politik, ekonomi, maupun budaya yang menjadi cita-cita dan harapan bangsa Indonesia sebagaimana yang diinginkan dan didambakan oleh The Founding Father and Mother sebagai bangsa yang merdeka. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bung Karno tentang Revolusi Sosialis, yang mengarah pada perwujudan Sosialisme Indonesia, yang tidak ada lagi kapitalisme dan l’exploitation de l’homme par I’homme. (eksploitasi manusia diatas manusia lainnya).
Salah satu ciri utama dari Sosialisme adalah kepemilikan sosial terhadap alat produksi. Dan ini, seperti ditekankan oleh Bung Karno, negara hanya berfungsi sebagai organisasi atau alat, tetapi pemilikan sosial yang sesungguhnya harus di tangan rakyat. Dengan pemilikan alat produksi di tangan rakyat, kemudian perencanaan produksi oleh rakyat, dan juga tujuan produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat, maka cita-cita masyarakat adil dan makmur bisa direalisasikan di bumi Indonesia ini.
Hal tersebut menjadi nilai tawar bagi bangsa Indonesia dikancah perpolitikan dan perekonomian Internasional, jika bangsa Indonesia yang gaung akan kedaulatan dan kemandirian dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Dengan gepap gempita, maka Indonesia sebagai agent of social control dalam perdamaian dunia, atau menjadi pelaku perubahan atas tindakan kaplitalisasi dan imperialisasi yang dibuat oleh beberapa Negara yang cenderung menjadi kontrol perekonomian kapitalisme. Namun yang perlu diketahui, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur adalah dengan mengedepankan prinsip gotong royong, sinergitas dan harmonisasi antara pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan masyarakat saling bahu membahu. Mengutamakan kepentingan nasional daripada mengutamakan secara pribadi atau golongannya. Tidak adanya suatu penghiatanatan diantara bangsa Indonesia tersendiri menjadi “King Maker of Economy Personality”.
Matchvorming sebagai metode Diplomasi Politik-Ekonomi Internasional dan Membantu Kemerdekaan Bangsa yang Terjajah
Secara historis bahwa Indonesia pernah mengalami fenomena yang sama yakni sebagai bangsa yang terjajah oleh Kolonialisme dan Imperialisme, salah satunya adalah bangsa-bangsa Eropa. Seperti halnya Pada abad ke – 16, bangsa Belanda ke bumi Nusantara adalah hanya berdagang belaka atau yang dikenal dengan kongsi dagang Hindia Belanda atau secara resmi bernama Persatuan Perusahaan Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Visi dan Misi perdangangan yang dilakukan oleh kongsi dagang belanda adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menaklukan raja-raja di Nusantara dan menguasai jalur perdagangan, serta memonopili perdagangan rempah-rempah di Asia.
VOC juga menguasai dan mengatur diberbagai sektor, mulai dari pertanian, perkebunan, transportasi, persewaan, distribusi, logistik dan lain sebagainya. VOC juga mempekerjakan para sarjana-sarjana dari berbagai disiplin ilmu mulai dari ekonomi, teknik, linguistic hingga antropologi. Dengan sumber daya manusia yang terdidik, maka tidak heran banyak entitas politik tradisional yang diperdaya olehnya.
Dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, sangat diperlukan semangat berkobar-kobar sebagai upaya merebut kekuasaan dari tangan penjajah. Apalagi bangsa Eropa telah menguasai serta mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Maka dengan semangat Machtsvorming adalah hal yang mutlak dipandang perlu. Kata Machtsvorming seringkali dimuat dalam risalah-risalah karya Bung Karno, salah satunya dimuat didalam Buku “Dibawah Bendera Revolusi Djilid I”, buku yang sempat dilarang oleh rezim Orde Baru, karena mengandung pemahaman Marxisme, Leninisme, Komunisme dan sejenisnya. Secara etimologi atau harfiah, kata “Machtsvorming” merupakan pembentukan kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud adalah merebut politik kekuasaan eksploitatif dengan merebut kekuasaan yang diperuntukan dan dipergunakan oleh Rakyat yang semestinyaKata ini diracik oleh Bung Karno dan dikembangkannya sebagai sebuah strategi politik.
Pidato pledoi Bung Karno di pengadilan kolonial, mengenai Indonesia Menggugat. Sukarno berupaya menjelaskan dari machtsvorming sebagai “pembentukan kekuasaan”. Machtsvorming berarti pembikinan kuasa; penyusunan tenaga; penyusunan kuasa. Dalam konteks politik, pembikinan kuasa atau penyusunan kuasa diperlukan sebagai cara mendesakkan kepentingan di dalam ruang kekuasaan politik. Menurut Sukarno, machtsvorming hadir sebagai cara kaum sini mendesakkan kepentingannya kepada kaum sana. “Machtsvorming adalah jalan satu-satunya untuk memaksa kaum sana tunduk kepada kita.”
“Machtsvorming” menjadi metode atau cara untuk “Mencapai Indonesia Merdeka”, merdeka secara politik, ekonomi, serta kemanusiaan. Machtsvorming juga dijadikan sebagai strategi diplomasi politik – ekonomi Internasional dalam mendobrak strategi global yang menyesatkan dan menyengsengsarakan umat manusia, yang diindikasikan saat ini adalah manusia menjadi wayang dalam sandiwara globalisasi dunia. Arogansi penguasa dalam mengeksploitasi manuasia. Dalam hal ini sudah melanggar suatu konsesus dunia yang diciptakan untuk kesejahteraan manusia.
Dalam hal ini, Indonesia dipandang perlu mengambil sikap politik ekonomi bebas – aktif yang mengedepankan strategi “machtsvorming” dengan jalan Trisaktinya Bung Karno yang memuat 3 prinsip yaitu: 1) Berdaulat secara Politik, 2) Berdikari secara Ekonomi, dan 3) Berkepribadian dalam Berbudaya. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan mampu mengambil peran secara politik dan ekonomi, serta mengambil peran kemanusiaan dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa yang terjajah dan tereksploitatif oleh Negara adidaya atau Negara global yang tidak mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Kata “Diplomasi” tidaklah asing terdengar dikalangan para intelektualis dimanapun berada. Hal tersebut lantaran diplomasi sebagaimana suatu seni dalam praktik yang biasanya mewakili dari suatu Negara atau organisasi sebagaimana yang dimuat oleh Wikipedia. Diplomasi secara langsung berkaitan dengan diplomasi Internasional yang memuat beberapa kepentingan, baik secara politik, ekonomi, budaya hingga perdagangan. Sehingga diplomasi memerlukan sebuah seni komunikasi yang dapat mencapai suatu tujuan tersebut demi kepentingan negaranya.
Ditengah Kondisi keamaan dunia yang masih belum stabil dengan ditandai munculnya perang dingin diantara dua blok yakni blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet, baik secara ideologi, politik, maupun ekonomi. Indonesia sebagai Negara yang baru saja merdeka, Bung Karno dan Bung Hatta sebagai dwitunggal melancarkan aksi diplomasinya yang berupaya konsisten dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dalam pergaulan antar bangsa. Prinsip bangsa yang menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak setiap bangsa dan warganya, serta prinsip yang menekankan ko-eksistensi damai yang secara aktif “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan so-sial.” Prinsip kemanusiaan Indonesia termaktub dalam Pancasila menjadi sintesis ajaran Declaration of American Independence dan dan Manifesto of Communist.
Diplomasi kemuanusiaan yang digaungkan oleh Bung Karno, mengajak beberapa Negara-negara kawasan Asia – Afrika untuk menyelenggarakan Konferensi Asia – Afrika yang dilaksanakan di Bandung pada tanggal 18 – 24 April 1955. Konferensi tersebut disepakati berdasarkan pertemuan pada Konferensi Bogor yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 22 – 29 Desember 1954. Konferensi Bogor. Konferensi Asia – Afrika yang menyangkut kepentingan Negara-negara di Asia dan Afrika mengenai kerjasama ekonomi dan kebudayaan, masalah kolonialisme, dan perdamaian dunia. Konferensi Asia Afrika menyokong sepe-nuhnya prinsip dasar hak asasi manusia yang ter-cantum dalam Piagam PBB.
Selain itu, Konferensi Asia – Afrika mendukung upaya melenyapkan rasisme dan diskriminasi warna kulit dimanapun berada. Konferensi juga menyatakan bahwa kolonialisme dalam segala bentuk harus diakhiri dan setiap perjuangan kemerdekaan harus dibantu sampai ber-hasil. Juga diserukan agar percobaan senjata nuklir dihentikan dan masalah perdamaian juga merupa-kan masalah yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Demi perdamaian pula, konferensi menganjurkan agar negara yang memenuhi syarat segera dapat diterima menjadi anggota PBB.
Konferensi ini meletakkan prinsip perdamaian dunia dan memberikan inspirasi bagi pembentukan Gerakan Non Blok sebagai sikap politik bebas aktif yang tidak memihak diantara Blok Barat dan Blok Timur, Momentum Gerakan Non-Blok diselenggarakan pada KTT Non-Blok 1961 di Beograd Yugoslavia dan diikuti oleh 25 negara dari Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Lat-in. Pemimpin penting yang ada di belakang KTT Non-blok itu adalah Tito (Yugoslavia), Nasser (Mesir), Sukarno (Indonesia), Nehru (India), dan Nkrumah (Ghana). Selain itu, KTT Non-Blok sebagai manifestasi “Agent of Social Control” dalam membendung upaya eksploitasi yang dibangun oleh elite global kapitalisme dan imperialism Barat dan sekutunya.
Oleh: Aji Cahyono, Artikel terpublish pada tanggal 08 Juli 2021 di Watyutink.